Keunikan Rumah Adat Tradisional Bubungan tinggi Dari Kalimantan Selatan
-Rumah Adat Kalimantan selatan-Post by-BukanTrik-, Kalimantan selatan termasuk salah satu wilayah bagian tengah indonesia yang syarat dengan nilai-nilai kepercayaan yang kuat dan nilai adat budaya yang sangat kental yang kuat dan suku dayak merupakan salah satu suku yang mendiami bumi banjar kalsel dan masih teguh memegang nilai nilai luhur budaya nenek moyang syarat dengan nilai falsafat hidup nya dan nilai religi serta kepercayaan yang mendarah daging
-Rumah Adat Kalimantan selatan-Post by-BukanTrik-, Kalimantan selatan termasuk salah satu wilayah bagian tengah indonesia yang syarat dengan nilai-nilai kepercayaan yang kuat dan nilai adat budaya yang sangat kental yang kuat dan suku dayak merupakan salah satu suku yang mendiami bumi banjar kalsel dan masih teguh memegang nilai nilai luhur budaya nenek moyang syarat dengan nilai falsafat hidup nya dan nilai religi serta kepercayaan yang mendarah daging
Dan salah contoh yang menjadi bukti tentang nilai falsafah yang masih dijunjung tinggi tercermin dalam rumah adat banjar kalsel yang bernama rumah bumbungan tinggi yang mencerminkan pada kepercayaan kahariang . dimana suku dayak sendiri mempercayai akan adanya 2 alam semesta yaitu adanya alam bagian atas dan alam bagian bawah.
Rumah adat bumbungan tinggi yang berasal dari kalimantan selatan memilki jenis dan bentuk rumah yang memiliki makna dalam setiap bentuk yang melambangkan nilai-nilai kepercayaan kaharingan yaitu perpaduan antara dunia atas dan dunia bawah. Selanjutnya kita lihat setiap bagian dari rumah adat bumbungan yang masing masing memilki makna dan nilai nilai kepercayaan yang terkandung didalamnya.
- Bentuk Bangunan RUMAH ADAT Bumbungan
- Bagian Atap Rumah Adat Bumbungan Yang unik
- Bagian Anjungan atau Bagian Samping Rumah Tradisional Bumbungan
- Bagain dalam Rumah Bumbungan
- Tawing Halat/Seketeng
- Tata Letak Denah Rumah Adat Bumbungan
rumah dianggap sebagai tempat yang memiliki keramat karena dianggap sebagai tempat bersemayam secara ghaib oleh para dewata seperti pada rumah Balai suku Dayak Bukit yang berfungsi sebagai rumah ritual adat. Pada masa Kerajaan Negara Dipa sosok nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita yang disembah dan ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwah nenek moyang yang berwujud pemujaan Maharaja Suryanata dan Puteri Junjung Buih merupakan simbol perkawinan (persatuan) alam atas dan alam bawah dalam kepercayan Kaharingan-Hindu.
Suryanata sebagai manifestasi dewa Matahari (Surya) dari unsur kepercayaan Kaharingan-Hindu, matahari yang menjadi orientasi karena terbit dari ufuk timur (orient) selalu dinantikan kehadirannya sebagai sumber kehidupan, sedangkan Puteri Junjung Buih berupa lambang air, sekaligus lambang kesuburan tanah berfungsi sebagai Dewi Sri di Jawa. Pada masa tumbuhnya kerajaan Hindu, istana raja merupakan citra kekuasaan bahkan dianggap ungkapan berkat dewata sebagai pengejawantahan lambang Kosmos Makro ke dalam Kosmos Mikro. Puteri Junjung Buih sebagai perlambang "dunia Bawah" sedangkan Pangeran Suryanata perlambang "dunia atas". Pada arsitektur Rumah Bubungan Tinggi pengaruh unsur-unsur tersebut masih dapat ditemukan. Bentuk ukiran naga yang tersamar/didestilir (bananagaan) melambangkan "alam bawah" sedangkan ukiran burung enggang melambangkan "alam atas".
bentuk atap rumah adat Bubungan Tinggi yang menjulang ke atas memilki makna sebagai dasar dari sebuah "pohon hayat dan payung kuning yang merupakan lambang kosmis. Dimana Pohon Hayat merupakan pencerminan dimensi-dimensi dari satu kesatuan semesta. Ukiran tumbuh-tumbuhan yang subur pada Tawing Halat (Seketeng) merupakan perwujudan filosofi "pohon kehidupan" yang oleh suku Dayak disebut sebagai Batang Garing.
Sedangkan Payung kuning merupakan perlambang kebangsawanan yang biasa menggunakan "payung kuning" sebagai perangkat kerajaan. Payung kuning sebagai tanda-tanda kemartabatan kerajaan Banjar diberikan kepada para pejabat kerajaan di suatu daerah.
Wujud bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi yang simetris, terlihat pada bentuk sayap bangunan atau anjung yang terdiri atas Anjung Kanan dan Anjung Kiwa. Hal ini berkaitan dengan filosofi simetris (seimbang) dalam pemerintahan Kerajaan Banjar, yang membagi kementerian, menjadi Mantri Panganan (Kelompok Menteri Kanan) dan Mantri Pangiwa (Kelompok Menteri Kiri), masing-masing terdiri atas 4 menteri, Mantri Panganan bergelar 'Patih' dan Mantri Pangiwa bergelar 'Sang', tiap-tiang menteri memiliki pasukan masing-masing. KOnsep simetris ini tercermin pada rumah bubungan tinggi.
Pada rumah Banjar Bubungan Tinggi (istana) terdapat ruang Semi Publik yaitu Serambi atau surambi yang berjenjang letaknya secara kronologis terdiri dari surambi muka, surambi sambutan, dan terakhir surambi Pamedangan sebelum memasuki pintu utama (Lawang Hadapan) pada dinding depan (Tawing Hadapan ) yang diukir dengan indah. Setelah memasuki Pintu utama akan memasuki ruang Semi Private.
Pengunjung kembali menapaki lantai yang berjenjang terdiri dari Panampik Kacil di bawah, Panampik Tangah di tengah dan Panampik Basar di atas pada depan Tawing Halat atau "dinding tengah" yang menunjukkan adanya tata nilai ruang yang hierarkis. Ruang Panampik Kecil tempat bagi anak-anak, ruang Panampik Tangah sebagai tempat orang-orang biasa atau para pemuda dan yang paling utama adalah ruang Panampik Basar yang diperuntukkan untuk tokoh-tokoh masyarakat,
hanya orang yang berpengetahuan luas dan terpandang saja yang berani duduk di area tersebut. Hal ini menunjukkan adanya suatu tatakrama sekaligus mencerminkan adanya pelapisan sosial masyarakat Banjar tempo dulu yang terdiri dari lapisan atas adalah golongan berdarah biru disebut Tutus Raja (bangsawan) dan lapisan bawah adalah golongan Jaba (rakyat) serta diantara keduanya adalah golongan rakyat biasa yang telah mendapatkan jabatan-jabatan dalam Kerajaan beserta kaum hartawan.
Ruang dalam rumah Banjar Bubungan Tinggi terbagi menjadi ruang yang bersifat private dan semi private. Diantara ruang Panampik Basar yang bersifat semi private dengan ruang Palidangan yang bersifat private dipisahkan oleh Tawing Halat artinya "dinding pemisah", kalau di daerah Jawa disebut Seketeng. Jika ada selamatan maupun menyampir (nanggap) Wayang Kulit Banjar maka pada Tawing Halat ini bagian tengahnya dapat dibuka sehingga seolah-olah suatu garis pemisah transparan antara dua dunia (luar dan dalam) menjadi terbuka.
Ketika dilaksanakan "wayang sampir" maka Tawing Halat yang menjadi pembatas antara "bagian dalam" dan bagian luar menjadi terbuka. Raja dan keluarganya serta dalang berada pada area (ruangan) "bagian dalam" menyaksikan anak wayang dalam wujud aslinya sedangkan para penonton berada di area (wilayah) "bagian luar" menyaksikan wayang dalam bentuk bayang-bayang.
Denah Rumah adat Banjar Bubungan Tinggi memilki bentuk seperti tanda tambah yang merupakan perpotongan dari poros-poros bangunan yaitu dari arah muka ke belakang dan dari arah kanan ke kiri yang membentuk pola denah Cacak Burung yang sakral. Di tengah-tengahnya tepat berada di bawah konstruksi rangka Sangga Ribut di bawah atap Bubungan Tinggi adalah Ruang Palidangan yang merupakan titik perpotongan poros-poros tersebut. Secara kosmologis maka disinilah bagian paling utama dari Rumah Banjar Bubungan Tinggi. Begitu pentingnya bagian ini cukup diwakili dengan penampilan Tawing Halat (dinding tengah) yang penuh ukiran-ukiran (Pohon Hayat) yang subur makmur. Tawing Halat menjadi fokus perhatian dan menjadi area yang terhormat. Tawang Halat melindungi area "dalam" yang merupakan titik pusat bangunan yaitu ruang Palidangan (Panampik Panangah).
Demikian penjelasan lengkap mengenai “Keunikan Rumah Adat Tradisional Bubungan Dari Kalimantan Selatan” semoga dapat bermanfaat, terima kasih untuk kunjungan ke blog BukanTrik. Silahkan baca juga artikel terkait lainnya
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan sopan