0 Comment
Upacara adat istiadat dan kepercayaan bangka belitung

Upacara-Adat-Provinsi-Bangka-Belitung

-Upacara Adat Bangka Belitung-Postedby-BukanTrik-, Penduduk Pulau Bangka dan Pulau Belitung yang semula dihuni orang-orang suku laut, dalam perjalanan sejarah yang panjang membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. Orang-orang laut itu sendiri berasal dari berbagai pulau. Orang laut dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah Semenanjung dan pulau-pulau di Riau. Kemudian kembali dan menempati lagi Pulau Bangka dan Belitung. Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka.

Datang juga kelompok-kelompok Orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada gelombang berikutnya, ketika mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka, Belitung dan Riau. Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian datang pula orang-orang Minangkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan beberapa suku lain yang sudah lebih dulu melebur. Lalu jadilah suatu generasi baru: Orang Melayu Bangka Belitung

Penduduk Kepulauan Bangka Belitung merupakan masyarakat yang beragama dan menjunjung tinggi kerukunan beragama. Ditinjau dari agama yang dianut terlihat bahwa penduduk provinsi ini memeluk agama Islam dengan presentase sebesar 86.91 persen, untuk penduduk yang menganut agama Budha sebesar 7.83 persen, agama Kristen Protestan sebesar 2.70 persen, agama Katholik sebesar 2.45 persen dan lainnya atau 0.11 menganut agama Hindu.

Tempat peribadatan agama di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ada sebanyak 718 mesjid, 438 mushola, 102 langgar, 87 gereja protestan, 30 gereja katholik, 48 vihara dan 11 centiya. Agama yang dianut Masyarakat Bengkulu mayoritas adalah Agama Islam yang memang di Indonesia sendiri umumnya adalah menganut Agama Islam dan juga terdapat agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, bahkan ada yang menganut Animisme

Setiap daerah di indonesia memiliki ritual tradisi adat sebagai cerminan dari budaya dan ciri dari kebudayaan adat orang indonesia. Begitupun dengan provinsi bangka belitung yang memiliki adat tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat suku sawang diprovinsi bangka belitung yaitu tradisi (upacara) adat Buang Jong,

Tradisi (Upacara) adat Buang Jong


Buang Jong merupakan salah satu upacara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat suku Sawang di Pulau Belitung. Suku Sawang adalah suku pelaut yang dulunya, selama ratusan tahun, menetap di lautan. Baru pada tahun 1985 suku Sawang menetap di daratan, dan hanya melaut jika ingin mencari hasil laut.

Buang Jong Memiliki makna Buang arti membuang atau melepaskan dan jong artinya perahu kecil yang di dalamnya berisi sesajian dan ancak (replika kerangka rumah-rumahan yang melambangkan tempat tinggal). Tradisi Buang Jong biasanya dilakukan menjelang angin musim barat berhembus, yakni antara bulan Agustus-November.

Pada bulan-bulan tersebut, angin dan ombak laut sangat ganas dan mengerikan. Gejala alam ini seakan mengingatkan masyarakat suku Sawang bahwa sudah waktunya untuk mengadakan persembahan kepada penguasa laut melalui upacara Buang Jong. Upacara ini sendiri bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka selama mengarungi lautan untuk menangkap ikan.

Keseluruhan proses ritual Buang Jong dapat memakan waktu hingga dua hari dua malam. Upacara ini sendiri diakhiri dengan melarung miniatur kapal bersama berbagai macam sesaji ke laut. Pasca pelarungan, masyarakat suku Sawang dilarang untuk mengarungi lautan hingga tiga hari ke depan.

Prosesi buang jong

a. prosesi Berasik,

berasik merupakan prosesi menghubungi atau mengundang mahkluk halus melalui pembacaan doa, yang dipimpin oleh pemuka adat suku Sawang. Pada saat prosesi Berasik berlangsung, akan tampak gejala perubahan alam, seperti angin yang bertiup kencang ataupun gelombang laut yang tiba-tiba begitu deras.

b. Prosesi tarian ancak

Tarian Ancak yang dilakukan di hutan. Pada tarian ini, seorang pemuda akan menggoyang-goyangkan replika kerangka rumah yang telah dihiasi dengan daun kelapa, ke empat arah mata angin. Tarian yang diiringi dengan suara gendang berpadu gong ini, dimaksudkan untuk mengundang para roh halus, terutama roh para penguasa lautan, untuk ikut bergabung dalam ritual Buang Jong. Tarian Ancak berakhir ketika si penari kesurupan dan memanjat tiang tinggi yang disebut jitun.

c. Prosesi tari sambang

Tari Sambang Tali juga dijadikan salah satu rangkaian acara dalam upacara Buang Jong. Tarian yang dimainkan oleh sekelompok pria ini, diambil dari nama burung yang biasa menunjukkan lokasi tempat banyaknya ikan buruan bagi para nelayan di laut. Ketika nelayan hilang arah, burung ini pula yang menunjukkan jalan pulang menuju daratan.

d. Prosesi numbak duyung

ritual Numbak Duyung, yakni mengikatkan tali pada sebuah pangkal tombak, seraya dibacakan mantra. Mata tombak yang sudah dimantrai ini sangat tajam, hingga konon dapat digunakan untuk membunuh ikan duyung. Karena itu pula ritual ini disebut dengan Numbak Duyung. Ritual kemudian dilanjutkan dengan memancing ikan di laut. Konon, jika ikan yang didapat banyak, maka orang yang mendapat ikan tersebut tidak diperbolehkan untuk mencuci tangan di laut.

e. Prosesi acara jual beli jong

Pada acara jual beli jong , orang darat (penduduk sekitar perkampungan suku Sawang) turut dilibatkan. Karena, jual beli di sini tidak dilakukan dengan menggunakan uang, namun lebih kepada pertukaran barang antara orang darat dengan orang laut. Pada acara ini, dapat terlihat bagaimana orang darat dan orang laut saling mendukung dan menjalin kerukunan. Dengan perantara dukun, orang darat meminta agar orang laut mendapat banyak rejeki, sementara orang laut meminta agar tidak dimusuhi saat berada di darat.

Upacara adat penimbongan


Upacara penimbongan merupakan Upacara untuk memberi makan makhluk halus yang dipercaya bertempat tinggal di darat. Sesaji untuk makanan makhluk halus itu diletakkan di atas penimbong atau rumah-rumahan dari kayu menangor. Tradisi ini dilakukan oleh tiga dukun Kecamatan Tempilang, yaitu dukun darat, dukun laut, dan dukun yang paling senior, yang di lakukan pada malam hari

Tradisi tersebut menggambarkan perang terhadap makhluk-makhluk halus yang jahat, yang sering mengganggu kehidupan masyarakat. Secara bergantian, ketiga dukun itu memanggil roh-roh di Gunung Panden, yaitu Akek Sekerincing, Besi Akek Simpai, Akek Bejanggut Kawat, Datuk Segenter Alam, Putri Urai Emas, Putri Lepek Panden, serta makhluk halus yang bermukim di Gunung Mares, yaitu Sumedang Jati Suara dan Akek Kebudin.

Menurut para dukun, makhluk-makhluk halus itu bertabiat baik dan menjadi penjaga Desa Tempilang dari serangan roh-roh jahat. Karena itu, mereka harus diberi makan agar tetap bersikap baik terhadap warga desa.

Upacara ngancak


upacara Ngancak, dilakukan pada tengah malamnya setelah prosesi penimbongan. Upacara Ngancak dimaksudkan memberi makan kepada makhluk halus penunggu laut. Dengan Diterangi empat batang lilin, dukun laut membuka acara itu dengan membaca mantra-mantra pemanggil makhluk halus penunggu laut, di antara bebatuan tepi Pantai Pasir Kuning, Tempilang. Nama-nama makhluk halus itu diyakini tidak boleh diberitahukan kepada masyarakat agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.

upacara Ngancak juga dilengkapi sesaji bagi makhluk halus penunggu laut. Sesaji itu dipercaya merupakan makanan kesukaan siluman buaya, yaitu buk pulot atau nasi ketan, telur rebus, dan pisang rejang.

Upacara nganyot perae


upacara Nganyot Perae atau menghanyutkan perahu mainan dari kayu ke laut. Sebagai upacara penutup dari rangkaian upacara adat tradisi buang jong. Upacara itu dimaksudkan mengantar para makhluk halus pulang agar tidak mengganggu masyarakat Tempilang. Upacara adat tradisi buang jong ini merupakan warisan masyarakat asli Pulau Bangka yang belum beragama, atau sering disebut sebagai orang Lom. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan dimulainya tradisi ini. Namun, berdasarkan cerita rakyat, ketika Gunung Krakatu meletus pada tahun 1883, tradisi ini sudah ada.

Seiring dengan masuknya pengaruh Islam ke Bangka, tradisi tersebut pun mengalami beberapa perubahan cara dan pergeseran substansi. Meskipun tetap turut menonton perang ketupat, sebagian besar warga yang beragama Islam telah mengubah beberapa ritual menjadi bernuansa islami.

Upacara Adat Rebo Kasan


Latar belakang upacara Rebo Kasan ini berasal dari kata Rabu yang terakhir (Bulan Syafar). Menurut keterangan dari beberapa orang ulama, setiap tahun Allah menurunkan bermacam-macam bala lebih kurang 3.200 macam bala ke muka bumi ini pada hari Rabu terakhir di bulan Syafar, mulai terbitnya fajar sampai siang Rabu tersebut.

Kabupaten Bangka, perayaan Rabu Kasan yang merupakan kegiatan adat tahunan, diselenggarakan dengan meriah di desa Air Anyir Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka setiap tahunnya. Upacara ini merupakan tolak balak yang dilaksanakan tiap-tiap hari Rabu di bulan Syafar Tahun Hijriah.

Kegiatan Rebo Kasan ini tetap layak untuk dilestarikan, karena adat budaya daerah merupakan aktualisasi diri masyarakat yang alami, luhur dan mencerminkan kebersamaan, dan kegiatan ini tentunya apabila dilihat dari sisi positif, akan bisa menjadi daya tarik wisata dan budaya bagi wisatawan asing dan lokal.

Demikian penjelasan lengkap mengenai nama macam-macam “Upacara Adat Istiadat dan Kepercayaan Bangka Belitung” semoga dapat bermanfaat, terima kasih untuk kunjungan ke blog BukanTrik. Silahkan baca juga artikel terkait lainnya

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan

 
Top