Upacara adat Suku Minahasa Sulawesi Utara
-Upacara Adat Sulawesi Utara-Postedby-BukanTrik-, upacara adat biasanya mengandung rangkaian yang terdiri dari sejumlah unsur-unsur adat isiadat, misalnya upacara untuk kesuburan tanah para pelaku upacara dan pemimpin upacara berpawai dahulu menuju ke tempat bersaji lalu memotong seekor ayam sebagai pengorbanan . Setelah itu mereka menyajikan bunga kepada dewa kesuburan , disusul dengan doa yang diucapkan oleh para pelaku. kEmudian peserta upacara bersama-sama menyanyikan berbagai nyanyian suci akhirnya semua menikmati hidangan yang telah disucikan dengan doa
-Upacara Adat Sulawesi Utara-Postedby-BukanTrik-, upacara adat biasanya mengandung rangkaian yang terdiri dari sejumlah unsur-unsur adat isiadat, misalnya upacara untuk kesuburan tanah para pelaku upacara dan pemimpin upacara berpawai dahulu menuju ke tempat bersaji lalu memotong seekor ayam sebagai pengorbanan . Setelah itu mereka menyajikan bunga kepada dewa kesuburan , disusul dengan doa yang diucapkan oleh para pelaku. kEmudian peserta upacara bersama-sama menyanyikan berbagai nyanyian suci akhirnya semua menikmati hidangan yang telah disucikan dengan doa
upacara adat biasanya tidak terepas dari Unsur religi atau agama dan kepercayaan yang meliputi soal-soal pengikut suatu agama, hubungannya satu dengan yang lain, hubungannya dengan para pemimpin agama baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari , juga meliputi organisasi para umat, kewajiban serta hak-hak para warganya
begitupun dengan upacara adat yang terdapat di sulawesi utara yang biasa dilakukan oleh suku minahasa daintaranya adalah sebagai berikut :
Upacara adat Monondeaga
Upacara adat monondeaga merupakan sebuah prosesi upacara adat yang biasa dilakukan oleh suku Minahasa terutama yang berdiam di daerah Bolaang Mongondow. Pelaksanaan upacara adat ini bertujuan untuk memperingati atau mengukuhkan seorang anak perempuan ketika memasuki masa pubertas yang ditandai dengan datangnya h4id pertama.
Secara garis besar, upacara adat ini dilakukan sebagai bentuk syukur dan sekaligus semacam uwar-uwar bahwa anak gadis dari orang yang melaksanakan upacara adat ini telah menginjak masa pubertas. Untuk itu, agar kecantikan dan kedewasaan sang anak gadis lebih mencorong, maka dalam upacara adat ini sang gadis kecil pun daun telinganya ditindik dan dipasangi anting-anting layaknya gadis yang mulai bersolek, kemudian gigi diratakan (dikedawung) sebagai pelengkap kecantikan dan tanda bahwa yang bersangkutan sudah dewasa.
Upacara adat Mupuk Im Bene
upacara Mupuk Im Bene merupakan prosesi adat sebagai bentuk syukuran selepas melaksanakan panen raya, seperti halnya yang lazim upacara adat yang ada di pulau Jawa ketika menggelar acara mapag sri dan atau munjungan. Dan memang, esensi dari ritual ini sendiri adalah untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas segala rizki yang mereka dapat, atau yang dalam bahasa setempat disebut dengan Pallen Pactio.
Prosesi pelaksanaan upacara adat ini adalah Masyarakat yang hendak melaksanakan upacara Mupuk Im Bene ini membawa sekarung padi bersama beberapa hasil bumi lainnya ke suatu tempat dimana upacara ini akan dilakanakan (biasanya di lapangan atau gereja) untuk didoakan. Kemudian selepas acara mendoakan hasil bumi ini selesai maka dilanjutkan dengan makan-makan bersama aneka jenis makanan yang sebelumnya telah disiapkan oleh ibu-ibu tiap rumah.
Upacara adat Metipu
Metipu merupakan sebuah prosesi upacara adat dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan kepada Sang Pencipta alam semesta yang disebut Benggona Langi Duatan Saluran. Prosesi dari upacara adat ini adalah dengan membakar daun-daun dan akar-akar yang mewangi dan menimbulkan asap membumbung ke hadirat-Nya, sebagai bentuk permuliaan penduduk setempat terhadap pencipta-Nya.
Watu Pinawetengan
Suku minahasa memiliki satu satu keunikan dalam hal prosesi upacara adat yang memang dilaksanakan dengan tujuan untuk meneguhkan persatuan dan kesatuan antar penduduknya. Upacara adat itu dalam suku Minahasa disebut dengan upacara Watu Pinawetengan.
Kalimat atau istilah Musyawarah untuk mencapai kata mufakat dan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh ternyata bukan hanya monopoli beberapa kaum saja, dan tentu saja itu bukanlah isapan jempol yang tanpa makna.
Konon berdasarkan cerita rakyat sulawesi utara yang dipegang secara turun temurun, pada zaman dahulu terdapatlah sebuah batu besar yang disebut tumotowa yakni batu yang menjadi altar ritual sekaligus menandai berdirinya permukiman suatu komunitas.
Dan konon lagi kegunaan dari batu tersebut merupakan batu tempat duduk para leluhur melakukan perundingan atau orang setempat menyebutnya Watu Rerumeran ne Empung. Dan memang, ketika Johann Gerard Friederich Riedel pada tahun 1888 melakukan penggalian di bukit Tonderukan,
ternyata penggalian berhasil menemukan batu besar yang membujur dari timur ke barat. Batu tersebut merupakan tempat bagi para pemimpin upacara adat memberikan keputusan (dalam bentuk garis dan gambar yang dipahat pada batu) dalam hal membagi pokok pembicaraan, siapa yang harus bicara, serta cara beribadat.
Sementara inti dari upacara yang diselenggarakan di depan batu besar itu adalah wata’ esa ene yakni pernyataan tekad persatuan. Semua perwakilan kelompok etnis yang ada di Tanah Toar Lumimut mengantarkan bagian peta tanah Minahasa tempat tinggalnya dan meletakkan di bagian tengah panggung perhelatan.
Diiringi alat musik tradisional berupa instrumentalia kolintang, penegasan tekad itu disampaikan satu persatu perwakilan menggunakan pelbagai bahasa di Minahasa. Setelah tekad disampaikan mereka menghentakkan kaki ke tanah tiga kali. Pada penghujung acara para pelaku upacara bergandengan tangan membentuk lingkaran sembari menyanyikan lagu daerah khas
Demikian penjelasan lengkap mengenai nama macam-macam contoh “Upacara Adat Istiadat dan Sistem Kepercayaan Sulawesi Utara” semoga dapat bermanfaat, terima kasih untuk kunjungan ke blog BukanTrik. Silahkan baca juga artikel terkait lainnya
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan sopan