0 Comment
Upacara Adat Istiadat dan Kepercayaan Suku Baduy Banten

Upacara-Adat-Istiadat-dan-Kepercayaan-Suku-Baduy-Banten

-Upacara adat Banten-Postedby-BukanTrik-, Sistem kepercayaan dasar masyarakat Baduy yaitu penghormatan terhadap roh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa, yakni Batara Tunggal. Keyakinan mereka itu disebut sebagai Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan.

Yang Orientasi, konsep keagamaannya ditujukan kepada pikukuh agar supaya orang hidup menurut alur itu dalam menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia ramai (orang Baduy dari hirarki tua dan dunia ramai keturunan yang lebih muda).

Mereka bertugas menyejahterakan dunia melalui tapa (perbuatan, bekerja) dan pikukuh apabila Kanekes sebagai inti jagat selalu terpelihara baik, maka seluruh kehidupan akan aman sejahtera. Gangguan terhadap inti bumi ini berakibat fatal bagi seluruh kehidupan manusia di dunia.

Konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy tanpa perubahan apa pun, seperti dikemukakan dalam peribahasa “lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” (panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung). Konsep-konsep itu tidak berada dalam diri orang Baduy sendiri yang kekuatannya tergantung dari tindakan atau perbuatan seseorang.

Konsep pikukuh merupakan pengejawantahan dari adat dan keagamaan yang ditentukan oleh intensitas konsep mengenai karya dan keagamaan. Dengan melaksanakan semuanya itu orang akan dilindungi oleh kuasa tertinggi, Batara Tunggal, melalui para guriang yang dikirim oleh karuhun dan Batara Tunggal karena orang tidak patuh kepada pikukuh, hakikat agama Sunda Wiwitan.

Para puun itu bukan hanya pemimpin tertinggi tetapi keturunan karuhun, yang langsung mewakili mereka di dunia. Ada beberapa konsep yang merupakan kewajiban puun dalam rangka pikukuh, yaitu memelihara Sasaka Pusaka Buana; memelihara Sasakan Domas atau Parahyang; mengasuh dan memelihara para bangsawan/pejabat; bertapa bagi kesejahteraan dunia; berbakti kepada dewi padi dengan berpuasa pada upacara, memuja nenek-moyang, dan membuat laksa untuk bahan pokok seba

Nenek moyang orang Baduy dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu nenek moyang yang berasal dari masa para Batara dan masa para puun. Batara Tunggal digambarkan dalam dua dimensi, sebagai suatu kuasa dan kekuatan yang tak tampak tetapi berada di mana-mana, dan sebagai manusia biasa yang sakti. Dalam dimensi sebagai manusia sakti, Batara Tunggal mempunyai keturunan tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia di kabuyutan (tempat nenek-moyang), yaitu

titik awal bumi Sasaka Pusaka Buana. Mereka itu ialah Batara Cikal, yang diberitakan tidak ada keturunannya, Batara Patanjala yang menurunkan tujuh tingkat batara ketiga, yaitu (dari yang paling senior) Daleum Janggala, Daleum Lagondi, Daleum Putih Seda Hurip, Dalam Cinangka, Daleum Sorana, Nini Hujung Galuh, dan Batara Bungsu.

Mereka itu yang menurunkan Bangsawan Sawidak Lima atau tujuh batara asal, nenek moyang orang Baduy. Daleum Janggala adalah batara yang tertua, dan yang menurunkan kerabat tangtu Cikeusing; Daleum Putih Seda Hurip menurunkan kerabat kampung Cibeo. Para batara tingkat ketiga lain masing-masing menurunkan jenis kerabat pemimpin lainnya.

Lima batara tingkat kedua, saudara-saudara muda Batara Pantajala, yaitu Batara Wisawara, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Niskala, dan Batara Mahadewa, menurunkan kelompok kerabat besar di luar Baduy yang disebut salawe nagara (dua puluh lima negara), yang menunjukkan jumlah kerabat yang besar, dan menurut pengetahuan orang Baduy adalah wilayah yang sangat luas di sebelah Sungai Cihaliwung,

Suatu konsep penting dalam religi orang Baduy ialah karuhun, yaitu generasi-generasi pendahulu yang sudah meninggal. Mereka berkumpul di Sasaka Domas, yaitu tempat di hutan tua di hulu Sungai Ciujung. Karuhun dapat menjelma atau datang dalam bentuk asalnya menengok para keturuannya, dan jalan untuk masuk ialah melalui hutan kampung.

Dalam kaitan dengan konsep karuhun itu ada konsep lain, yaitu guriang, sanghyang, dan wangatua. Guriang dan sanghyang dianggap penjelmaan para karuhun untuk melindungi para keturunannya dari segala marabahaya, baik gangguan orang lain maupun mahluk-mahluk halus yang jahat (seperti dedemit, jurig, setan) wangatua ialah ruh atau penjelmaan ruh ibu bapak yang sudah meninggal dunia.

Kosmologi orang Baduy yang menghubungkan asal mula dunia, karuhun dan posisi tangtu, merupakan konsep penting pula dalam religi mereka. Karena itu wilayah yang paling sakral ada di Kanekes, terutama wilayah taneuh larangan (tanah suci, tanah terlarang) tempat kampung tangtu dan kabuyutan. Bumi dianggap bermula dari masa yang kental dan bening, yang lama-kelamaan mengeras dan melebar.

Titik awal terletak di pusat bumi, yaitu Sasaka Pusaka Buana tempat tujuh batara diturunkan untuk menyebarkan manusia. Tempat itu juga merupakan tempat nenek moyang. Kampung tangtu kemudian dianggap sebagai inti kehidupan manusia, yang diungkapkan dengan sebutan Cikeusik,

Konsep lain dalam religi orang Baduy ialah kaambuan atau ambu (ibu, wanita, ibu suci). Menurut orang Baduy ada tiga ambu yang penting (peling tidak yang ditakuti dan disegani) yaitu Ambu Luhur di Buana Luhur, Ambu Tengah di Buana Panca Tengah, dan Ambu Rarang di Buana Handap.

Ambu Tengah ialah pemelihara kehidupan yang harus dihormati dengan kesungguhan melakukan pikukuh. Ambu luhur tidak hanya mengurus tempat orang Baduy setelah mati, tetapi juga dengan segala kekuatan dan kesaktiannya,

Ambu Rarang dapat menyelesaikan setiap masalah kehidupan dengan menyebut namanya atau membaca mantera-mantera. Sedang Ambu Rarang adalah ambu yang menerima jasad dan ruh orang Baduy yang mati untuk diurus selama tujuh hari dan melepaskannya setelah 40 hari ke tempat akhir tetapi juga bentuk nyata dari Buana luhur.

selain dari sistem kepercayaan diatas masyarakat baduy juga memiliki beberapa ritual dan UPACARA-UPACARA adat TRADISIONAL DI BANTEN yang ,masih terjaga dan masih dilestarikan secara turun temurun diantaranya adalah sebagai berikut:

1. UPACARA SEREN TAUN


Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Jadi Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya.

Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang.

upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda disebut leuit. ada dua leuit; yaitu lumbung utama yang bisa disebut leuit sijimat, leuit ratna inten, atau leuit indung (lumbung utama)

serta leuit pangiring atau leuit leutik (lumbung kecil). Leuit indung digunakan sebagai sebagai tempat menyimpan padi ibu yang ditutupi kain putih dan pare bapak yang ditutupi kain hitam. Padi di kedua leuit itu untuk dijadikan bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang. Leuit pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di leuit indung.

Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno. Sistem kepercayaan masyarakat Sunda kuno dipengaruhi warisan kebudayaan masyarakat asli Nusantara, yaitu animisme-dinamisme pemujaan arwah karuhun (nenek moyang) dan kekuatan alam,

serta dipengaruhi ajaran Hindu. Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan kesuburan. Pasangannya adalah Kuwera, dewa kemakmuran.

Keduanya diwujudkan dalam Pare Abah (Padi Ayah) dan Pare Ambu (Padi Ibu), yang melambangkan persatuan laki-laki dan perempuan sebagai simbol kesuburan dan kebahagiaan keluarga. Upacara-upacara di Kerajaan Pajajaran ada yang bersifat tahunan dan delapan tahunan. Upacara yang bersifat tahunan disebut Seren Taun Guru Bumi yang dilaksanakan di Pakuan Pajajaran dan di tiap wilayah.

Upacara besar yang bersifat delapan tahunan sekali atau sewindu disebut upacara Seren Taun Tutug Galur atau lazim disebut upacara Kuwera Bakti yang dilaksanakan khusus di Pakuan. Kegiatan Seren Taun sudah berlangsung pada masa Pajajaran dan berhenti ketika Pajajaran runtuh.

Ritual Upacara

Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping.

Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya.Di beberapa desa adat upacara biasanya diawali dengan mengambil air suci dari beberapa sumber air yang dikeramatkan.

Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata air yang kemudian disatukan dalam satu wadah dan didoakan dan dianggap bertuah dan membawa berkah. Air ini dicipratkan kepada setiap orang yang hadir di upacara untuk membawa berkah.

Ritual berikutnya adalah sedekah kue, warga yang hadir berebut mengambil kue di dongdang (pikulan) atau tampah yang dipercaya kue itu memberi berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya. Kemudian ritual penyembelihan kerbau yang dagingnya kemudian dibagikan kepada warga yang tidak mampu dan makan tumpeng bersama.

2. UPACARA SEBA


Perayaan adat Seba, menurut warga Baduy, merupakan peninggalan leluhur tetua (Kokolot) yang harus dilaksanakan sekali dalam setiap tahun. Acara itu digelar setelah musim panen ladang huma, bahkan tradisi sudah berlangsung ratusan tahun sejak zaman Kesultanan Banten di Kabupaten Serang.

Seba itu sendiri merupakan menyerahan hasil tani atau hasil bumi pada pemerintah setempat yang biasa kita sebut dengan upeti pada kerajaan, itu semua merupakan rasa syukur masyarakat baduy luar dan baduy dalam karena mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah,

kegiatan seba ini tanpa ada paksaan dari manapun masyarakat baduy luar yang dipimpin oleh Jaro maupun baduy dalam yang dipimpin oleh Puun, bersama-sama berbondong-bondong membawa hasil tani tersebut pada pemerintahan yang saat itu diserahkan pada Bupati Lebak secara langsung di pendopo Kabupaten Lebak.

Demikian penjelasan lengkap mengenai contoh macam-macam nama “Upacara Adat Istiadat dan Kepercayaan Suku Baduy Banten” semoga dapat bermanfaat, terima kasih untuk kunjungan ke blog BukanTrik. Silahkan baca juga artikel terkait lainnya

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan

 
Top